Debat Daging di Kamar Luthfi
Pagi hari, tanggal 11 Januari 2013 sekitar pukul 06.00, mobil yang membawa Menteri Pertanian Suswono bergerak dari Hotel Santika Medan, Sumatera Utara, menuju Hotel Arya Duta di kota yang sama. Suswono diminta Luthfi Hasan Ishaaq, koleganya yang menjadi Presiden Partai Keadilan Sejahtera, untuk bertemu.
Sementara itu, pagi-pagi sekali di Hotel Arya Duta Medan, Elda Devianne Adiningrat, orang yang membantu mengurus perizinan kuota impor daging PT Indoguna Utama,
menelepon Maria Elisabeth Liman untuk memastikan agar siap-siap
bertemu Menteri Pertanian Suswono. Elisabeth adalah Direktur Utama PT
Indoguna Utama, yang saat ini sudah menjadi tersangka kasus dugaan suap
kuota impor daging sapi.
Elisabeth memang berangkat ke Medan
bersama Elda, Ahmad Fathanah, Soewarso (sahabat Suswono), dan para
petinggi PKS lainnya. Misinya adalah menyampaikan data soal
perkembangan krisis daging, termasuk fenomena bercampurnya daging sapi
dengan daging celeng dan tikus.
”Siapa yang menyediakan akomodasi ke Medan?” tanya Ketua Majelis Hakim Purwono Edi Santosa.
”Saya,
dong Pak. Kalau pebisnis itu, kalau di hotel, ya saya yang bayar,”
jawab Elisabeth dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Jakarta, Rabu (15/5).
Kesaksian itu disampaikan dalam sidang
perkara dugaan suap kuota impor daging dengan terdakwa Arya Abdi
Effendi, Direktur Operasional PT Indoguna, dan Juard Effendi, Direktur
Human Resources Development dan General Affair PT Indoguna.
Elisabeth,
Suswono, Soewarso, dan Fathanah kemudian menuju ke kamar Luthfi. ”Saya
sampai di kamar ada Pak LHI (Luthfi). Kira-kira dua menit datang
Suswono dan Soewarso. Jadi diperkenalkan, ini Ibu Elisabeth, saya
dikatakan Ketua Aspidi (Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia),”
kata Elisabeth.
Mereka kemudian makan
pagi di kamar Luthfi. Elisabeth mengeluarkan makalah satu eksemplar.
”Saya berikan kepada Pak Menteri agar dikaji,” kata Elisabeth.
Elisabeth
adalah salah satu pendiri Aspidi, 26 tahun lalu. ”Sekitar 27 tahun
lalu, asupan daging kita 50 gram per tahun. Waktu itu kami coba naikkan
supaya keturunan kita lebih bagus otaknya. Setelah 26 tahun, asupan
naik 2,2 kilogram, tapi setahun terakhir turun 1,9 kilogram, itu pun
bercampur celeng dan tikus,” ujarnya.
”Hati saya miris, maka saya ketemu Pak Menteri,” lanjutnya.
Namun,
pertemuan yang dinantikan itu justru membuat ia tak menentu. Menteri
marah dengan data yang disajikannya. ”Katanya, data tidak absah,” kata
Elisabeth.
Goyahkan prinsip
Elisabeth
berusaha menunjukkan kesalahan perhitungan dari Kementerian Pertanian
dan Badan Pusat Statistik. Namun, hal itu tidak menggoyahkan prinsip
Menteri Pertanian.
Elisabeth juga menyampaikan, saat ini banyak
sapi betina lokal yang produktif dipotong. ”Saya sampaikan 100 persen
keprihatinan ini sebagai orang Indonesia. Saya sedih melihat kondisi
ini,” tuturnya.
Elisabeth marah datanya dianggap tidak valid. ”Menterinya pergi, ya saya minggat,” katanya.
Dua
hari setelah menjadi saksi, Suswono pun datang ke Pengadilan Tipikor
untuk dimintai keterangan. Ia memang mengakui sempat marah dengan
Elisabeth yang membawa data tidak valid. ”Beliau sampaikan data
produksi, juga sampaikan ada data yang salah di Kementerian Pertanian
sehingga beliau sampaikan data baru,” kata Suswono.
Safari dakwah
Suswono
hadir dalam pertemuan di Medan karena diminta PKS dalam safari dakwah.
”PKS minta saya dihadirkan karena ada dialog dengan para tokoh di
Medan,” ujarnya.
Malam sebelumnya, ia sudah mendapat informasi
dari rekannya, yaitu Soewarso, bahwa ada pelaku usaha yang yang akan
mengajak bertemu.
”Saya katakan kepada Elisabeth, bagaimana bisa
yakini data ini. Kami pakai data ilmiah dari IPB (Institut Pertanian
Bogor). Kaji dulu, kalau perlu lakukan seminar dulu,” papar Suswono.
Pertemuan pun hanya berlangsung sekitar 20 menit. Luthfi mengatakan, tidak ada pembahasan soal kuota impor dalam pertemuan itu.
Pertemuan tersebut murni untuk membicarakan keresahan masyarakat soal krisis daging.
Dalam
sidang itu, krisis daging tersebut kemudian memunculkan isu tentang
celeng dan tikus. Tentu yang dimaksud daging celeng dan daging tikus,
bukan makna kiasannya.
'Pustun' dalam Obrolan Luthfi dan Fathanah
Ada yang menarik dari persidangan kasus dugaan suap kuota impor daging sapi
yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat
(17/5/2013). Tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi
memutar sejumlah rekaman pembicaraan yang diduga sebagai obrolan antara mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dan orang dekatnya, Ahmad Fathanah.
Selain mengungkapkan soal rencana pemberian fee Rp 40 miliar, sejumlah rekaman menunjukkan keakraban antara Luthfi dan Fathanah. Misalnya saja, salah satu rekaman yang dibuka dengan obrolan seputar istri.
"Istri-istri antum (Luthfi) sudah menunggu semua," ucap Fathanah kepada Luthfi sambil terkekeh.
Luthfi pun membalas ucapan Fathanah itu dengan tertawa, lalu berkata, "Yang mana saja?"
"Ada semuanya," ucap Fathanah.
Setelah itu, Luthfi bertanya lagi, "Yang pustun, pustun apa jawa sarkia?"
"Pustun," jawab Fathanah kemudian terdengar tawa dari kedua suara ini.
Belum diketahui apa maksud kata "pustun" dan "jawa sarkia" dalam rekaman percakapan tersebut. Jika ditelusuri, kata pustun atau pasthun bisa berarti sebutan untuk orang-orang Pakistan, Afganistan, atau yang berasal dari etnis di Timur Tengah.
Sementara istilah "jawa sarkia" bisa dipandang sebagai dua kata yang disatukan. Jawa merujuk pada suku Jawa, sedangkan sarkia dalam bahasa Arab berarti Sarkiyah, yang artinya timur. Jika digabungkan, "jawa sarkiah" bisa berarti Jawa Timur.
Lantas, benarkah Luthfi memiliki istri dari ras Pakistan dan suku Jawa Timur? Hanya Luthfi dan Fathanah yang bisa menjawab.
Selain mengungkapkan soal rencana pemberian fee Rp 40 miliar, sejumlah rekaman menunjukkan keakraban antara Luthfi dan Fathanah. Misalnya saja, salah satu rekaman yang dibuka dengan obrolan seputar istri.
"Istri-istri antum (Luthfi) sudah menunggu semua," ucap Fathanah kepada Luthfi sambil terkekeh.
Luthfi pun membalas ucapan Fathanah itu dengan tertawa, lalu berkata, "Yang mana saja?"
"Ada semuanya," ucap Fathanah.
Setelah itu, Luthfi bertanya lagi, "Yang pustun, pustun apa jawa sarkia?"
"Pustun," jawab Fathanah kemudian terdengar tawa dari kedua suara ini.
Belum diketahui apa maksud kata "pustun" dan "jawa sarkia" dalam rekaman percakapan tersebut. Jika ditelusuri, kata pustun atau pasthun bisa berarti sebutan untuk orang-orang Pakistan, Afganistan, atau yang berasal dari etnis di Timur Tengah.
Sementara istilah "jawa sarkia" bisa dipandang sebagai dua kata yang disatukan. Jawa merujuk pada suku Jawa, sedangkan sarkia dalam bahasa Arab berarti Sarkiyah, yang artinya timur. Jika digabungkan, "jawa sarkiah" bisa berarti Jawa Timur.
Lantas, benarkah Luthfi memiliki istri dari ras Pakistan dan suku Jawa Timur? Hanya Luthfi dan Fathanah yang bisa menjawab.
sumber : kompas
Posting Komentar